BerandaHubungiMasuk
Insentif Pajak di Masa Pandemi

Insentif Pajak di Masa Pandemi

Oleh Redaksi PajakInd
Diterbitkan di Peraturan
November 05, 2020
8 menit membaca

Insentif Dalam Pajak Fiskal

Tahun 2020 merupakan ujian yang berat bagi bangsa Indonesia. Pasalnya musibah pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk di Indonesia memberikan dampak yang sangat besar di seluruh aspek kehidupan masyarakat, terutama dibidang perekonomian. Melalui insentif pajak ini, wajib pajak dapat menekan uang yang dikeluarkan dan dapat dipergunakan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak. Pemerintah berinisiatif memperluas penerima insentif pajak seperti Pajak Penghasilan Pasal 21. Pandemi tersebut membuat perubahan pada:

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dicabut digantikan dengan,
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44 /PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Virus Corona kemudian dicabut kembali digantikan dengan,
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Virus Corona dan diperbarui dengan,
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Virus Corona.

Terdapat beberapa insentif Pajak diantaranya:

Insentif PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah.

Persyaratan karyawan yang bisa mendapatkan pembebasan Potongan PPh Pasal 21, setidaknya harus memenuhi syarat sebagai pekerja yang berhak menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah, diantaranya yaitu:

  • Karyawan atau Pegawai bekerja di perusahaan yang memiliki kriteria penerima insentif PPh 21
  • Perusahaan tempat karyawan bekerja telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, atau telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB
  • Karyawan atau pegawai memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penghasilan yang diterima pada masa pajak atau penghasilan bruto merupakan gaji tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 Juta, sehingga gaji bagi karyawan atau pegawai yang tidak akan dipotong PPh 21 oleh perusahaan tempatnya bekerja adalah maksimal Rp.16.500.000 per bulan.

Insentif PPh Pasal 21 pegawai dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut sampai dengan Masa Pajak Desember 2020, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110 Tahun 2020 terdapat Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah sebanyak 1189 bidang usaha. pada Pasal 2 ayat (8) PMK Nomor 86 tahun 2020 apabila dalam hal pegawai atau karyawan yang menerima insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung Pemerintah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi tahun pajak 2020 dan menyatakan kelebihan pembayaran, maka kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh 21 ditanggung Pemerintah ini tidak dapat dikembalikan.

Apabila Perusahaan yang ingin mengajukan pembebasan PPh 21 bisa menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat perusahaan tersebut terdaftar, dalam Penyampaian permohonan insentif PPh 21 ditanggung Pemerintah ini melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan cara:

  1. Login pada www.pajak.go.id
  2. Masuk ke menu Layanan
  3. Pilih Info KSWP
  4. Pilih Profil Pemenuhan Kewajiban Saya.

Setelah memanfaatkan insentif pajak dampak Covid-19 berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah, kemudian melaporkan realisasinya ke Direktorat Jendral Pajak, dan lakukan juga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa PPh Badan Anda tepat waktu untuk menghindari sanksi denda keterlambatan.

Insentif PPh Pasal 25 diskon 50%

Penanganan dampak pandemi virus Corona perlu dilakukan perluasan sektor yang akan diberikan insentif perpajakan yang diperlukan selama masa pemulihan ekonomi nasional dengan memberikan kemudahan pemanfaatan insentif yang lebih luas, Belum lama ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib pajak Terdampak Wabah Virus Corona Pada Tanggal 14 Agustus 2020. Pemerintah mencabut Peraturan Menteri Keuangan tersebut dinilai sudah tidak tepat, dan digantikan dengan peraturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110 Tahun 2020 tentang insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Covid-19. Didalam Peraturan Menteri Keuangan terbaru, PMK 110 tahun 2020 Angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak April 2020 - Juni 2020 Pengurangan sebesar 30% dan angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Juli 2020 - Desember 2020 sebesar 50%.

Persyaratan Wajib Pajak yang mendapatkan insentif pajak yaitu:

  • Memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum PMK Nomor 110 Tahun 2020.
  • Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE (Pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea masuk dan/cukai serta PPN dan PPNBM yang tidak dipungut).
  • Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB.

Klasifikasi Lapangan Usaha yang mendapatkan insentif pajak tercantum pada:

  • SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 yang telah dilaporkan Wajib Pajak
  • Data yang terdapat dalam administrasi perpajakan (master file) Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah tahun 2018.

Terdapat 1.013 bidang usaha yang memenuhi syarat untuk mendapatkan diskon 50%. Apabila Wajib Pajak termasuk dalam kategori bidang usaha yang berhak, wajib pajak dapat menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan format sesuai contoh lampiran yang terdapat pada PMK 110 Tahun 2020.

Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 berlaku sejak:

  • Masa Pajak Juli 2020 bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
  • Masa Pajak pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sampai dengan masa pajak Desember 2020.

Insentif PPN

Wajib pajak atau perusahaan yang bergerak di bidang eksportir dan non eksportir dapat menerima insentif pajak PPN, sesuai dengan peraturan Menteri keuangan PMK 44 Tahun 2020 yang telah di cabut menjadi PMK 86 Tahun 2020, dapat memanfaatkan insentif PPN berupa percepatan restitusi Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020 dan disampaikan paling lama tanggal 31 Januari 2021. Wajib pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Ketentuan mengenai Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana dimaksud sebanyak 716 bidang usaha.

Kriteria perusahaan yang dapat memanfaatkan insentif PPN adalah:

  • Memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum PMK 110 Tahun 2020
  • Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE, atau
  • Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB.

Perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP beresiko rendah.

Ketentuan PKP yang memiliki risiko rendah:

  • PKP dimaksud tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah
  • Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah
  • PKP memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum dalam PMK 86 Tahun 2020 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan, fasilitas KITE atau Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang diberikan kepada PKP masih berlaku pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan lebih bayar restitusi.

Untuk mendapatkan insentif PPN ini, perusahaan harus melampirkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.

Insentif pajak UMKM

Di tengah pandemi para pelaku usaha mendapatkan insentif pajak Pasalnya, diatur dalam PMK 44 tahun 2020 kemudian dicabut menjadi PMK 86 Tahun 2020 Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Terdampak Pandemi virus corona.

Berdasarkan peraturan tersebut wajib pajak yang memiliki peredaran bruto mendapat fasilitas pajak penghasilan final tarif 0,5% (PMK 23/2018) yang ditanggung pemerintah. PPh final ditanggung Pemerintah diberikan untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

  • Laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud, meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak termasuk dari transaksi dengan Pemotong atau Pemungut.
  • Insentif PPh final ditanggung Pemerintah diberikan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sepanjang Wajib Pajak tersebut telah memiliki Surat Keterangan sebelum laporan disampaikan. 
  • Laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing disampaikan oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Insentif Pasal 22 impor

Pemerintah membebaskan PPh Pasal 22 Impor pada perusahaan yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum dalam peraturan yang diperbarui PMK 110 Tahun 2020 yang sebelumnya sudah ada pada PMK 86 Tahun 2020. Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor yang dipungut oleh Direktorat Bea dan Cukai berdasarkan Peraturan Menteri mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Kriteria Wajib Pajak yang dibebaskan dari pemungutan PPh 22 Impor antara lain:

  • Memiliki kode Klasifikasi Lapangan Usaha sebagaimana tercantum dalam PMK 110 Tahun 2020.
  • Telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE
  • Telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB, pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.

Klasifikasi Lapangan Usaha yang mendapat inentif PPh Pasal 22 impor yaitu:

  • SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 yang telah dilaporkan Wajib Pajak
  • Data yang terdapat dalam administrasi perpajakan (masterfile) Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah tahun 2018. Pembebasan ini diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.

Untuk mendapatkan surat ini, wajib pajak membuat pengajuan secara online melalui laman Pajak.go.id, serta melampirkan Keputusan Menteri Keuangan yang menunjukkan penetapan sebagai perusahaan mendapatkan fasilitas KITE dan melampiri mengenai izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB.

Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2020. Wajib Pajak menyampaikan laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

PPH Final Jasa Konstruksi

Pemerintah menambahkan insentif pajak untuk bidang usaha pada PMK 110 Tahun 2020 di antaranya atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi. berdasarkan Peraturan tersebut mengenai PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang bersifat final yang di tanggung Pemerintah.

PPH final dari penghasilan usaha jasa konstruksi dapat dilunasi dengan cara:

  • Dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan Pemotong Pajak.
  • Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan Pemotong Pajak.

Pengguna Jasa konstruksi melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-TGAI kepada Wajib Pajak Penerima P3-TGAI dan tidak melakukan pemotongan PPh final. Bagi pengguna Jasa konstruksi tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Insentif Pajak final pengguna Jasa konstruksi ditanggung Pemerintah sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

Pemotong Pajak menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah melalui laman website www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir yang terdapat di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK. 03/2020 dalam Lampiran huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan.

Pemotong Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh FINAL JASA KONSTRUKSI DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR … /PMK.03/2020”. Pemotong Pajak menyampaikan laporan realisasi PPh final ditanggung Pemerintah mengenai Jasa Konstruksi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Insentif Bea Cukai

Pemerintah telah menerbitkan kebijakan yang membebaskan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas importasi berbagai barang untuk penanganan virus Corona (Covid-19). Ketentuan itu tertuang dalam:

  1. Peraturan Menteri Keuangan tentang pemberian fasilitas PMK 34 Tahun 2020 atas pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi Virus corona, dan diperbarui,
  2. Dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK 83 Tahun 2020.

Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai yang diberikan atas impor barang untuk keperluan penanganan Pandemi Virus corona berupa:

  • Pembebasan bea masuk dan/ atau cukai
  • Tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  • Dibebaskan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.

Impor barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan untuk penanganan pandemi virus corona dapat dilakukan melalui pusat logistik berikat.

Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan untunk penanganan virus corona juga diberikan terhadap pengeluaran barang asal impor dan/atau tempat lain dalam daerah pabean dari:

  • Kawasan berikat atau gudang berikat
  • Kawasan Bebas atau kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  • Perusahaan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.

Jenis barang impor yang diberikan fasilitas kepabeanan pada PMK 83 Tahun 2020 berjumlah 49 alat kesehatan, sebelumnya alat kesehatan yang ada pada PMK 34 Tahun 2020 berjumlah 73, hal ini berkurang dikarenakan ketersediaan beberapa jenis barang impor untuk penanganan pandemi Covid-19 telah mencukupi kebutuhan di dalam negeri dan telah dapat disubstitusi oleh barang hasil produksi dalam negeri.

Untuk mendapatkan fasilitas insentif pajak importir harus melakukan permohonan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window (ISNW), maupun diajukan secara tertulis kepada kepala kantor Bea Cukai tempat pemasukan barang kecuali untuk impor barang kiriman dan barang bawaan penumpang.

Dikecualikan untuk impor barang kiriman yang nilai pabean tidak melebihi FOB USD 500 tidak perlu mengajukan permohonan, cukup menyelesaikan dengan menggunakan Consignment Note (CN). sedangkan barang bawaan penumpang yang nilai pabean tidak melebihi FOB USD 500 tidak perlu mengajukan permohonan dengan menggunakan Costoms Decrlaration.

Sementara jika nilai barang kiriman atau nilai barang bawaan penumpang melebihi FOB USD 500, fasilitas pembebasan tetap dapat diberikan sepanjang telah mengajukan permohonan dan disetujui oleh Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Bea Cukai. Dokumen impor yang digunakan untuk barang kiriman atau barang bawaan penumpang yang melebihi FOB USD 500 yaitu menggunakan Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).

Persyaratan dokumen bagi wajib pajak yang ingin mendapatkan fasilitas importir:

  • Identitas Orang
  • Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
  • Rincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan fasilitas kepabeanan dan/ atau cukai serta perpajakan beserta perkiraan nilai pabeannya
  • Uraian mengenai tujuan penggunaan barang yang dimintakan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan.

Apabila barang impor yang diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan tidak melebihi jumlah yang ditetapkan oleh tata niaga impor, maka cukup melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada saat impor atau pengeluaran barang, namun jika barang yang diimpor tidak melebihi dengan jumlah yang telah ditetapkan tata niaganya dan lembaga terkait atau BNPB, maka tidak perlu melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari BNPB.

Kebijakan ini berlaku sampai berakhirnya masa pandemi COVID-19 yang ditetapkan oleh BNPB.


Tagar

insentifpajakperaturan

Bagikan

Redaksi PajakInd

Tim Penulis di PajakInd

Artikel Terkait

Tren Baru dalam Pengelolaan Keuangan Publik: Perubahan Signifikan dalam Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak di Sektor Transportasi
Tren Baru dalam Pengelolaan Keuangan Publik: Perubahan Signifikan dalam Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak di Sektor Transportasi
July 31, 2024
1 mnt

PajakInd

Tentang PajakIndLayanan Pelanggan

Media Sosial