Untuk menghitung pajak properti, berikut cara menghitung pajak properti agar Anda lebih memahami cara perhitungannya, mari kita simak artikel berikut!
1. Perhitungan PPh
Pajak jenis ini juga biasa disebut dengan pajak penghasilan atau PPh final, yang mana berhubungan dengan pengalihan suatu hak atas bangunan dan tanah. Oleh karena itu pajak ini memiliki pengertian sebagai pajak yang dikenakan berdasarkan dengan penghasilan yang diperoleh pada saat tahun berjalan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Tarif Baru PPh Final Atas Pengalihan Hak Atas Tanah atau Bangunan, nominal PPh adalah sebesar 2.5% Besarnya PPh adalah = 2,5 % dari Nilai Transaksi.
Contoh:
Sebuah rumah di Pondok Indah tipe 250/200 ditransaksikan dengan harga 2,5 miliar rupiah dengan demikian pemiliknya dikenakan PPh final sebesar: = 2,5% x 2,5 miliar rupiah = 62,5 juta rupiah
2. Perhitungan PBB
PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti Mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Besarnya nilai PBB ini bisa Anda lihat di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
Contoh:
maka kewajiban membayar PBB/tahun hanya 4.060.350.
3. Perhitungan PPN Dalam hitungan besaran PPN dikenakan sebesar 10%
Contoh:
Pajak ini hanya dikenakan satu kali pada saat membeli properti baru, baik dari developer maupun perorangan. Jika membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer. Tapi jika membeli dari perorangan, pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi. Di samping itu pajak ini juga dikenakan terhadap pembangunan rumah yang dilakukan secara sendiri oleh orang pribadi atau badan.
4. Perhitungan PPnBM
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 206/PMK.010/2015, properti digolongkan barang mewah apabila harganya mencapai 20 miliar rupiah untuk rumah tapak dan 10 milyar rupiah untuk apartemen.
Contoh:
5. BPHTB
Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Pajak ini ditanggung oleh pembeli properti. Meskipun demikian, pajak ini hampir mirip dengan PPh sehingga pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayarnya. Besaran tarif BPHTB adalah 5% dari Nilai Transaksi, di mana Nilai Transaksi dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
BPHTB = 5% x (Nilai Transaksi-NPOPTKP)
Contoh:
Satu unit rumah di Bekasi ditransaksikan dengan harga 150 juta rupiah, maka besarnya BPHTB adalah:
BPHTB juga dikenakan terhadap permohonan pembuatan sertifikat untuk pertama kali.
6. Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP
PNBP merupakan salah satu penerimaan pada pemerintah pusat yang diperoleh dari penerimaan pajak. PNBP dapat dibayarkan saat Anda mengajukan permohonan balik nama di BPN atau Badan Pertanahan Nasional. Biaya PNBP pada transaksi properti sebesar 0,1% x Zona Nilai Tanah dan ditambahkan 50.000 ZNT atau Zona Nilai Tanah diperoleh dari BPN atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Nilai ZNT tersebut ditentukan berdasarkan harga tanah dan tidak include nilai bangunan.
7. Bea Balik Nama atau Pajak Properti BBN
Pajak jenis ini akan dikenakan pada pembeli dalam proses balik nama sertifikat tanah ataupun properti dalam transaksi dari penjual properti. Pajak ini biasanya dapat diurus oleh pihak developer dan pembeli dapat langsung dibayarkan. Pajak BBN besarnya rata-rata adalah 2%, namun besarnya pada tiap-tiap daerah berbeda. Nah itu tadi beberapa jenis pajak yang dapat Anda ketahui, tergolong dari pihak yang membayarkan. Baik pihak pengusaha properti maupun Anda sebagai konsumen properti, memiliki tanggung jawab membayar pajak properti yang sama.
Sehingga dapat disimpulkan pajak properti yang dibebankan pada pembeli properti yaitu; PPN dan PPnBM, BPHTB, PNBP, dan Bea Balik Nama.
(R.F)