
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2024 mengenai pajak penjualan atas barang mewah atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2024 telah dijelaskan secara rinci dalam dokumen yang Anda berikan. Ini adalah peraturan yang disusun untuk memberikan insentif fiskal bagi impor dan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu dalam rangka mendorong peralihan dari penggunaan energi fosil ke energi listrik, serta untuk meningkatkan produksi kendaraan bermotor listrik di dalam negeri.
Beberapa poin penting yang dapat disimpulkan dari peraturan tersebut adalah:
Tentang KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat dengan Total Nilai Penjualan Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah) dengan detail sebagai berikut:
Harga Jual | Rp40.000.000.000,00 |
PPN 10% | Rp4.000.000.000,00 |
Harga Jual Termasuk PPN | Rp44.000.000.000,00 |
Penghitungan total PPnBM yang ditanggung oleh pemerintah atas impor dan penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat tertentu untuk Masa Pajak Januari 2024 sampai dengan Masa Pajak Desember 2024 adalah sebagai berikut:
Total PPnBM Impor CBU | Rp3.300.000.000,00 |
Total PPnBM Penyerahan CKD | Rp0,00 |
Total PPnBM yang Ditanggung Pemerintah | Rp3.300.000.000,00 |
Proses pelaporan dan pembetulan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai atas impor KBL Berbasis Baterai CBU Roda Empat tertentu dan/atau penyerahan KBL Berbasis Baterai Roda Empat tertentu yang berasal dari produksi KBL Berbasis Baterai CKD Roda Empat untuk Masa Pajak Januari 2024 sampai dengan Masa Pajak Desember 2024 dapat diperlakukan sebagai laporan realisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan Pasal 5 ayat (1) huruf b sepanjang disampaikan paling lambat tanggal 31 Januari 2025. Ini memberikan waktu yang cukup bagi pelaku usaha untuk melaporkan dan memperbaiki ketidaksesuaian data yang mungkin terjadi.
Pasal 7 menjelaskan bahwa PPnBM yang terutang tidak akan ditanggung oleh pemerintah jika pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban seperti yang diatur dalam peraturan, seperti tidak menggunakan dokumen yang sesuai atau tidak melaporkan realisasi sesuai dengan ketentuan. Hal ini menunjukkan pentingnya kepatuhan pelaku usaha terhadap prosedur yang telah ditetapkan untuk memastikan pengelolaan pajak yang efisien dan transparan. Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menagih PPnBM yang terutang jika ditemukan adanya pelanggaran atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan peraturan ini. Hal ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga kepatuhan pelaku usaha serta menjaga keadilan dalam pengelolaan pajak.
(S.R)