
Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah mengubah lanskap dan cakupan peraturan perundang-undangan perpajakan salah satunya klaster Undang - Undang Pajak Penghasilan atas pengenaan penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan. Dalam tulisan ini merujuk pada istilah natura dan/atau kenikmatan.
Dalam peraturan perundang-undangan klaster PPh, natura dan/atau kenikmatan disebut dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU Pajak Penghasilan yang berbunyi “Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini”. Hal ini menunjukkan bahwa natura dan/atau kenikmatan termasuk dalam objek pajak
Di dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf a tersebut juga dijelaskan lebih lanjut mengenai definisi dan karakteristik natura, yaitu yang dimaksud dengan “imbalan dalam bentuk natura” adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan “imbalan dalam bentuk kenikmatan” adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.
Akan tetapi, disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, “Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
Dengan demikian, kedudukan natura dan/atau kenikmatan tidak serta menjadikan sebagai objek pajak karena terdapat kriteria tertentu yang menjadikan natura dan/atau kenikmatan dikecualikan sebagai objek pajak. Implikasi dari ketentuan ini adalah pada peraturan perpajakan semula (sebelum UU HPP), natura dan/atau kenikmatan sepenuhnya dikecualikan dari objek pajak sehingga tidak dapat dibebankan sebagai biaya usaha. Dengan berlakunya ketentuan baru ini, natura dan/atau kenikmatan selain dan/atau termasuk yang memenuhi kriteria sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d dapat dibebankan sebagai biaya usaha dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Pajak Penghasilan.
Kualifikasi mengenai daerah tertentu yang memenuhi kriteria natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak diatur lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d sebagai berikut: Daerah tertentu merupakan daerah yang memenuhi kriteria antara lain daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral.
Adapun mengenai ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan perpajakan natura dan/atau kenikmatan, sesuai amanat Pasal 32C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, ketentuan tersebut diatur lebih terperinci dalam Peraturan Pemerintah maupun beleid Menteri Keuangan (Peraturan Menteri Keuangan). Kita tunggu aturan berikutnya! (rec)