
Setelah banyaknya kendala yang dihadapi oleh Wajib Pajak, akhirnya DPR RI dan DJP sepakat untuk menggunakan dua sistem perpajakan, dalam hal ini adalah sistem lama DJP Online dan Coretax, Langkah ini diambil dalam upaya mengurangi tantangan implementasi sistem baru. Kesepakatan ini digelar pada Senin, 10 Februari 2025 di Gedung DPR RI, Jakarta. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyatakan bahwa penggunaan sistem perpajakan lama secara paralel dengan Coretax adalah langkah antisipasi untuk menghindari potensi gangguan pada proses penerimaan pajak.
Dalam penjelasannya, Misbakhun menyebut bahwa Keputusan tersebut bertujuan untuk mencegah dampak negatif pada penerimaan negara akibat ketidakstabilan sistem baru dan pengoperasian Coretax masih membutuhkan waktu untuk mencapai stabilitas yang ideal, sehingga keberadaan sistem lama masih sangat diperlukan sebagai cadangan dan langkah tersebut perlu diambil agar kolektivitas penerimaan negara tetap terjaga selama proses penyempurnaan Coretax berlangsung.
Keberadaan dua sistem perpajakan ini tidak akan mengganggu target penerimaan pajak dalam APBN 2025, dalam kebijakan yang telah disepakati, DJP Memastikan bahwa tidak ada sanksi yang akan dikenakan kepada Wajib Pajak jika gangguan teknis selama masa transisi penerapan Coretax. Hal ini merupakan bentuk perlindungan kepada para Wajib Pajak agar tidak dirugikan oleh sistem.
Untuk memastikan implementasi Coretax berjalan sesuai dengan rencana, Komisi XI DPR RI meminta DJP untuk memberikan laporan perkembangan sistem tersebut secara berkala. Kedepan, DJP berencana untuk terus mengembangkan Coretax dengan fokus pada implementasi berbasis risiko rendah. Strategi ini dirancang untuk mengurangi potensi gangguan yang ada dan memberikan kenyamanan lebih bagi Wajib Pajak yang menggunakan sistem ini.
Nah dengan diadakannya kebijakan dua sistem ini, DJP berharap dapat menjaga fleksibilitas administrasi perpajakan tanpa mengorbankan target penerimaan negara yang telah ditetapkan.
(T.M)