BerandaHubungiMasuk
Undang-Undang Cipta Kerja Tentang PPN dan PPnBM

Undang-Undang Cipta Kerja Tentang PPN dan PPnBM

Oleh Redaksi PajakInd
Diterbitkan di PPN
July 19, 2021
5 menit membaca

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Pasal 112 Tentang Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1. Pasal 1 A Ayat (1g) UU PPN dan PPnBM

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi:

Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian; b. pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing); c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; d. pemakaian sendiri dan/atau pemberi cuma-cuma atas Barang Kena Pajak; e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan; f. penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang; g. Dihapus; dan h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

2. Pasal 1 A Ayat (2d) UU PPN dan PPnBM

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi: d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham, dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerim pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan

3. Pasal 4A Ayat (2a) UU PPN dan PPnBM

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi: Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara; b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan d. uang, emas batangan, dan surat berharga.

4. Pasal 9 UU PPN dan PPnBM

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi: (2a) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. (4b) huruf f. dihapus. (6a) Apabila sampai dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditkan pertama kali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) Pengusaha Kena Pajak belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak terkait dengan Pajak Masukan tersebut, Pajak Masukan yang telah dikreditkan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan. (6b) Dihapus.

Penambahan di UU Cipta Kerja Menjadi: (6c) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3 (tiga) tahun. (6d) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) berlaku juga bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha, melakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak, atau dilakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan. (6e) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6a):

a. wajib dibayar kembali ke kas negara oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak:

  1. telah menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan dimaksud; dan/atau
  2. telah mengkreditkan Pajak Masukan dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak; dan/atau

b. tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian, setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) berakhir atau pada saat pembubaran (pengakhiran) usaha, atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6d) oleh Pengusaha Kena Pajak, dal hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud.

(6f) Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a dilakukan paling lambat:

a. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (6a); b. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6c); atau c. akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran (pengakhiran) usaha atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6d).

(6g) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6f), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat

(6e) huruf a oleh Pengusaha Kena Pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya.

Perubahan di UU Cipta Kerja menjadi: (8) a. dihapus; (8) d. dihapus; (8) h. dihapus; (8) i. dihapus; dan (8) j. dihapus. (9) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling ama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memnuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Penambahan di UU Cipta Kerja Menjadi: (9a) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

(9b) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

(9c) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam ketetapan pajak dengan ketentuan ketetapan pajak dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi: (13) Ketentuan lebih lanjut mengenai:

Penambahan di UU Cipta Kerja Menjadi: (13) Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. kriteria belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2a);

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi: b. penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) ayat (4b), dan ayat (4c);

Penambahan di UU Cipta Kerja mnejadi: c. penentuan sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6c);

d. tata cara pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (6e) huruf a; dan

e. tata cara pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (9a), ayat (9b), dan ayat (9c)

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi: diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 13 Ayat (5) Huruf b UU PPN dan PPnBM

Perubahan di UU Cipta Kerja Menjadi: b. identitas pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang meliputi:

  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
  2. nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan;

Penambahan di UU Cipta Kerja Menjadi: (5a) Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumeen akhir yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.


Tagar

cipta kerjappnppnbm

Bagikan

Redaksi PajakInd

Tim Penulis di PajakInd

Artikel Terkait

Subsidi PPN Atas Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Kelas Ekonomi
Subsidi PPN Atas Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Kelas Ekonomi
March 21, 2025
1 mnt

PajakInd

Tentang PajakIndLayanan Pelanggan

Media Sosial